WE Online, Jakarta

Para ilmuwan mengumumkan deteksi sinyal dari tabrakan dua lubang hitam miliaran tahun lalu. Kedua tabrakan tersebut menciptakan lubang hitam baru dengan ukuran yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Ini ledakan terbesar sejak ‘ledakan besar’ mulai diperhatikan manusia,” kata profesor Institut Teknologi California Alan Weinstein, bagian dari tim yang menemukannya, seperti dilansir The Guardian, Jumat (4/9/2020).

Baca juga: Fenomena astronomi apa yang terjadi pada bulan September?

Lubang hitam adalah benda langit yang sangat padat sehingga cahaya tidak bisa bersinar darinya.

Sampai saat ini, para astronom hanya melihat lubang hitam dengan dua dimensi yang sama: lubang hitam “kecil” yang disebut lubang hitam sebuah bintang, terbentuk ketika sebuah bintang meledak, berukuran sebesar kota kecil; dan lubang hitam supermasif jutaan, bahkan milyaran, kali lebih besar dari matahari.

Ukuran lubang hitam ini mungkin mendekati ukuran benda yang diputar oleh seluruh galaksi.

Menurut para astronom, pengukuran apa pun selain kedua klasifikasi tersebut tidak masuk akal, karena bintang yang tumbuh terlalu besar sebelum meledak akan menelan dirinya sendiri, dan lubang hitam tidak akan terbentuk.

Ledakan bintang dapat menyebabkan pembentukan lubang hitam bintang menjadi jauh lebih besar dari 70 kali ukuran matahari, kata para ilmuwan, menurut fisikawan Nelson Christensen, direktur unit penelitian Artemis di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis.

Kemudian pada Mei 2019, dua detektor mendeteksi sinyal yang setelah diteliti ternyata energi dari dua lubang hitam bintang – masing-masing besar untuk lubang hitam bintang – bertabrakan.

Lubang hitam pertama 66 kali lebih besar dari Matahari, dan 85 kali lebih besar lainnya. Hasilnya adalah lubang hitam tengah pertama, berukuran 142 kali lebih besar dari sinar matahari.

Kehilangan dalam tabrakan adalah sejumlah besar energi dalam bentuk gelombang gravitasi, riak di angkasa, bergerak dengan kecepatan cahaya.

Gelombang itu terdeteksi setahun lalu oleh fisikawan di Amerika dan Eropa, menggunakan detektor yang disebut LIGO dan Virgo.

Setelah berhasil menguraikan sinyal-sinyal ini dan melihat hasil kerja mereka, para ilmuwan menerbitkan hasilnya di jurnal Physical Review Letters dan Astrophysical Journal Letters.

More from Fadi Abbas

JAKARTA, KOMPAS.com – Rupiah dinilai sebagai poin dengan kinerja terburuk di Asia…

Read More